Puslatbang KHAN LAN RI

Puslatbang KHAN LAN RI
Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Hukum Administrasi Negara

Tuesday, January 10, 2023

Aparatur Pemerintah: Pahami Konsep Trading in Influence Agar Terhindar dari Korupsi

 

Tindak Pidana Korupsi dewasa ini menjadi sebuah permasalahan yang serius bak virus mematikan yang menggerogoti tubuh yang bernama Bangsa Indonesia.

Meskipun sudah ada lembaga khusus yang menanganinya yaitu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) kenyataannya Korupsi masih sulit diberantas sedangkan agenda reformasi mencita-citakan Indonesia bebas dari kejahatan korupsi.

Mirisnya lagi jika kita melihat di berbagai media yang mengabarkan informasi kejahatan korupsi selalu yang menjadi pelaku bahkan menduduki peringkat pertama terbanyak adalah ASN (Aparatur Sipil Negara) dimana kita semua tahu para ASN seyogyanya menjadi garda terdepan pencegahan terjadinya korupsi bahkan dalam sumpah jabatan mereka berjanji untuk menjauhkan hal-hal serupa dalam menjalankan tugas negaranya.

Belum lagi kita membahas modus operandi setiap oknum pelaku yang saban hari terus berkembang, ada saja modus-modus terbaru yang mengawali terjadinya sebuah kejahatan korupsi, dimana perkembangan-perkembangan modus baru tersebut tidak berbanding lurus dengan perkembangan substansi hukum yang selalu masih tertinggal selangkah untuk mengejar dan menjerat para pelaku.

Dalam perkembangannya jika kita menyebutkan istilah Trading in influence belum semua orang familiar dengan istilah itu bahkan cenderung tidak pernah mendengar, padahal negara kita sudah meratifikasi sebuah undang-undang tentang itu yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003).

Kalau kita melihat terjemahan secara harfiah makna dari “trading” adalah perdagangan, sedang “influence” adalah pengaruh jika kita mencoba menafsirkan secara menyeluruh “trading in influence” yaitu memperdagangkan pengaruh, kita dapat melihat juga dalam ratifikasi konvensi UNCAC yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) dalam pasal 18 mengartikan “trading in influence” sebagai pemanfaatan jahat, dimana dalam pasal tersebut memberikan penjelasan makna terkait “trading in influence” yaitu: (a) Janji, tawaran atau pemberian manfaat yang tidak semestinya kepada pejabat publik atau orang lain, secara langsung atau tidak langsung, agar pejabat publik atau orang itu menyalahgunakan pengaruhnya yang ada atau yang dianggap ada dengan maksud memperoleh manfaat yang tidak semestinya dari lembaga pemerintah atau lembaga publik negara pihak untuk kepentingan penghasut asli perbuatan itu atau untuk orang lain; (b) Permintaan atau penerimaan manfaat yang tidak semestinya oleh pejabat publik atau orang lain, secara langsung atau tidak langsung, untuk dirinya atau untuk orang lain agar pejabat publik atau orang itu menyalahgunakan pengaruhnya yang ada atau yang dianggap ada dengan maksud memperoleh manfaat yang tidak semestinya dari lembaga pemerintah atau lembaga publik negara.

Konsekuensi dari ratifikasi tersebut terhadap pemerintah Indonesia adalah adanya beban tanggung jawab untuk mengakomodir klausul-klausul yang ada di dalam UNCAC sehingga dapat diterapkan dan mengikat sebagai ketentuan hukum nasional di Indonesia. Ratifikasi menjadi acuan dalam menentukan kualifikasi kejahatan serta penanganan kasus korupsi. Namun kondisi hari ini regulasi terkait trading in influence sama sekali belum ada kejelasan, aturan yang ada dalam ratifikasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) sama sekali belum ada kekuatan untuk menjerat oknum-oknum pelaku trading in influence.

Inilah yang menyebabkan trading in influence sampai hari ini terus berkembang dan sangat susah untuk dihilangkan khususnya dalam dunia birokrasi, coba kita lihat beberapa contoh seperti apa trading in influence diantaranya adalah “katebelece” dimana seorang pejabat publik memberikan sebuah memo baik tertulis maupun secara lisan untuk mendapatkan kemudahan tertentu ataupun untuk membantu kolega-koleganya juga seperti penggunaan fasilitas negara dimana masih banyak pejabat publik yang menggunakan atau memberikan fasilitas-fasilitas negara kepada kolega-koleganya dimana itu merupakan melanggar ketentuan yang ada sehingga hal-hal tadi menjadi awal dari sebuah kejahatan yang bernama korupsi terjadi.

Menghapuskan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) tidak semudah membalikkan telapak tangan, dibutuhkan perhatian khusus untuk penyelesaiannya. Ibarat pepatah “lebih baik mencegah daripada mengobati”. Untuk melakukan pencegahan, dibutuhkan penelusuran asal muasal terjadinya KKN. Praktik-praktik KKN kerap diawali dengan adanya memperdagangkan pengaruh (trading in influence). Ada penjual, pembeli, bahkan tidak jarang yang menghadirkan perantara dalam proses terjadinya trading in influence. Pelaku trading in influence berasal dari berbagai latar belakang profesi, Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi salah satu diantaranya.

Lantas mengapa trading in influence masih berkembang di Indonesia?

Mari kita lihat faktor apa saja yang mempengaruhi masih terjadinya trading in influence di Indonesia. Dari hasil kajian yang dilakukan oleh Puslatbang KHAN LAN RI (http://aceh.lan.go.id/download/58625/) menyimpulkan bahwa ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi yaitu : substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum.

Secara substansi hukum dapat dilihat bahwa pengaturan terhadap trading in influence di Indonesia masih lemah. Belum ada pengaturan secara eksplisit terkait perbuatan trading in influence, secara struktur hukum masih terlihat betapa minimnya mekanisme pengawasan trading in influence, dan secara budaya hukum kesadaran birokrat terhadap pemahaman trading in influence masih rendah.

Bagaimana menghindari trading in influence?

Pertama, dibutuhkan adanya harmonisasi dan integrasi beberapa peraturan perundang-undangan di ranah hukum administrasi negara yang bersinggungan dengan trading in influence. Trading in influence dapat dimasukkan dalam kategori maladministrasi, sehingga dapat digunakan parameter dalam pencegahannya. Selain hal tersebut, instansi pemerintah dapat menjadi pelopor pencegahannya dengan menerapkan larangan trading in influence dalam kode etik. Kedua, dibutuhkan sistem pengawasan yang handal. Adanya kolaborasi antara pengawas internal dan eksternal akan mendorong terciptanya sistem pengawasan yang handal terutama dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sehingga setiap aturan yang telah ditetapkan akan benar-benar ditegakkan. Ketiga, dibutuhkan sinergitas dalam rangka penguatan budaya hukum birokrat. Kesadaran hukum penyelenggara pemerintahan perlu ditingkatkan dan dikembangkan secara terus menerus baik melalui pendidikan, sosialisasi, internalisasi, keteladanan dan penegakan hukum untuk menghormati,menaati dan mematuhi hukum dalam upaya mewujudkan suatu bangsa yang berbudaya hukum.

Akhir kata, dengan menghindari terjadinya trading in influence, semoga kita bisa memutus mata rantai korupsi di Republik ini, Semoga!


Ilham Khalid,SH

Analis Kebijakan Pertama

Puslatbang KHAN LAN RI


Tuesday, April 2, 2019

Penguatan Peran Multipihak Dalam Membangun Masyarakat Tahan Bencana Melalui Sinergi Pengelolaan Risiko Bencana

Polic Brief Rencana Aksi Peserta RLA Angkatan XI 2017 LAN Aceh 


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana, bahwa BNPB dan BPBD berfungsi untuk mengoordinasikan seluruh instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi serta Negara/Lembaga donor dalam penanggulangan bencana Penanganan masalah kebencanaan bukan merupakan kewenangan tunggal BNPB dan BPBD namun merupakan kewajiban semua pihak.

Namun kenyataannya fungsi koordinasi multipihak dimaksud belum berjalan optimal karena belum adanya komitmen masing-masing pihak, terutama dalam hal upaya pengurangan risiko bencana pada saat pra bencana. Belum ada pemetaan terhadap fungsi-fungsi di masing-masing instansi yang melakukan pengurangan risiko bencana sesuai kewenangannya. Kalaupun ada komitmen dari beberapa instansi pemerintah dan non pemerintah dalam pengelolaan risiko bencana dilakukan pada saat terjadi bencana dan pasca bencana.

Selanjutnya dalam hal manajemen komunikasi dan informasi dalam membangun kerjasama, kemitraan, kolaborasi dan koordinasi baik internal maupun eksternal (Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, LSM, Lembaga Usaha,Perguruan Tinggi, dan Negara/Lembaga Donor) belum optimal dilakukan. Serta berbagai pihak belum sepenuhnya memperhatikan aspek kewilayahan dalam pengelolaan risiko bencana. Sehingga sampai saat ini ketahanan masyarakat terhadap bencana belum dapat diwujudkan. Dan apabila di akumulasi kejadian bencana semenjak Tahun 2008 sampai dengan 2017 cenderung terjadi peningkatan.

Angka statistik menyebutkan, sebanyak 148,4 juta warga Indonesia tinggal di titik-titik rawan bencana gempa bumi, 5 juta warga lainnya berada di daerah rawan tsunami seperti : sepanjang pesisir Pantai Barat Sumatera, Pantai Selatan Jawa-Bali, sampai ke pulau-pulau sepanjang NTB dan NTT. Selain itu, 1,2 juta penduduk lainnya hidup di daerah rawan erupsi gunung berapi. Yang mengkhawatirkan kita terdapat sekitar 63.7 juta jiwa penduduk Indonesia yang hidup di daerah rawan banjir dan  40,9 juta hidup di tanah-tanah pijakan yang rawan longsor.

Selama tahun 2016 kemarin, kejadian bencana alam paling banyak terjadi di Provinsi Jawa Tengah, catatan bencana di Jateng meningkat sampai 639 kali kejadian dalam setahun. Diikuti oleh catatan bencana di Jawa Timur sebanyak 409 kejadian, di Jawa Barat 329 kali bencana, di Kalimantan Timur 190 kali bencana, dan di Aceh 83 kali bencana. Kelima Provinsi tersebut tercatat oleh BNPB sebagai provinsi dengan catatan bencana terbanyak di Indonesia sepanjang tahun 2016. Sedangkan Kabupaten paling banyak dirundung bencana sepanjang tahun 2016 adalah Cilacap dengan 100 kali kejadian, kemudian Magelang dengan 56 kali kejadian, Wonogiri 56 kali, Banyumas 53 kali, dan Temanggung 50 kali.

Sehingga berdasarkan data tersebut, maka Negara harus hadir untuk memberikan kenyamanan bagi masyarakat untuk hidup terbebas dari risiko bencana yang selalu hadir setiap waktu.

Maka melalui Rencana Aksi Reformasi birokrasi,  masing-masing pihak perlu melakukan penguatan melalui sinergi pengelolaan risiko bencana.  

Prioritas Aksi Reformasi
Sesuai tujuan dan hasil yang diharapkan, kebutuhan untuk aksi terfokus dalam lintas sektor baik di tingkat lokal maupun tingkat Nasional adalah pada empat bidang prioritas sebagai berikut:
1.  Memahami risiko bencana.
2.  Memperkuat tata kelola risiko bencana
untuk mengelola risiko bencana.
3.  Berinvestasi dalam pengurangan risiko
bencana untuk ketangguhan.
4.  Meningkatkan kesiapsiagaan bencana untuk respon yang efektif dan untuk membangun kembali dengan lebih baik dalam pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi.

Maka untuk mewujudkan masyarakat yang tahan bencana dengan penguatan multipihak melalui sinergi pengelolaan risiko bencana, direkomendasikan hal-hal sebagai berikut :
1.    Menerbitkan Instruksi Presiden tentang pembentukan Task Force Pengelolaan Risiko Bencana di masing-masing Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah yang dikoordinasikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Adapun Task Force Pengelolaan Risiko Bencana ini melaksanakan upaya-upaya pengurangan risiko bencana di instansinya sesuai kewenangannya.
2.    Optimalisasi fungsi Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam melakukan Pengelolaan Risiko Bencana (PRB). Perlu ada pemetaan fungsi masing-masing Kementerian /Lembaga, Pemerintah Daerah,LSM,Perguruan tinggi dan Negara Donor terkait kebencanaan, yang diperkuat dengan regulasi yang sesuai.
3.    Pembentukan Forum Lembaga Usaha (FLU) untuk menghimpun peran serta Lembaga Usaha dalam upaya Pengelolaan Risiko Bencana yang bersinergi dengan Pemerintah, selanjutnya diatur dengan Peraturan Presiden
4.    Memberikan prioritas alokasi anggaran, termasuk anggaran kontijensi, terhadap program Pengelolaan Risiko Bencana sesuai dengan kebutuhan masing-masing Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam substansi arah kebijakan anggaran belanja Pemerintah.
5.    Memperkuat kerjasama multi pihak atara Pemerintah,Pemerintah Daerah dengan Perguruan Tinggi, Lembaga Usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat, Ormas dan lain-lain dalam Pengelolaan Risiko Bencana;
6.    Mengintegrasikan sistem infomasi komunikasi kebencanaan dengan Multipihak.
7.    Akaselerasi tata kelola Risiko Bencana berbasis kawasan. Tindak lanjut kawasan rawan bencana dalam Tata Ruang Nasional maupun daerah harus diwujudkan melalui pemaduan perencanaan pembangunan.

Peserta Diklat RLA Angkatan XI Tahun 2017
1.    Kementerian Kesehatan;
2.    Kementerian PUPR
3.    Kepolisian Republik Indonesia
4.    BNPB
5.    BASARNAS
6.    BMKG
7.    Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta
8.    Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
9.    Pemerintah Aceh

Wednesday, March 8, 2017

Penyelenggaraan Reform Leader Academy

Diklat Reform Leader Academy (RLA) merupakan Diklat yang dikembangkan untuk menjawab kebutuhan akan pemimpin reformasi yang bersifat project based dan result oriented dengan metode action learning.


Tujuan
  1. Membentuk sosok aparatur yang memiliki pengetahuan dan kompetensi dasar untuk mendukung percepatan RB 
  2. Mengembangkan insan ASN yang berkarakter kuat, berwawasan kebangsaan, memiliki perspektif global dan kompeten memimpin perubahan untuk mempercepat RB Nasional
Untuk kebutuhan pelatihan telah ditetapkan agenda pembelajaran sbb:
ada 3 (tiga) agenda untuk pembelajaran
pelaksanaan pelatihan Reform Leader Academy ini memiliki beberapa tahapan dari awal penentuan peserta hingga selesai (penutupan) berikut bisa dijelaskan dengan gambar tahapan dan mata diklat yang ada pada Diklat ini
Tahap pembelajaran dan mata diklat dalam pelatihan Reform Leader Academy
Durasi waktu dalam pelaksanaan RLA

Beberapa syarat menjadi peserta pelatihan RLA


download
Perkalan RLA

Tuesday, March 7, 2017

Ceramah Isu Strategis

Dalam agenda DR (Diagnostic Reading) Diklatpim Tk.II Angkatan XLIII Kelas D yang di laksanakan oleh PKP2A IV LAN para peserta tidak hanya mendapatkan stimulus pemahaman dari para pengajar/Widyaiswara, penyelenggara juga mengundang para pakar/narasumber dari nasional untuk membahas isu-isu strategis yang terjadi di Indonesia, adapun isu-isu strategis itu adalah:

Geostrategis polhukam

membecirakan isu ini seyogyanya kami mengundang Panglima Kodam Iskandar Muda, karena berhalangan ditunjuk Staf Ahli Panglima Bapak DR. Ahmad Hussein M.A menggantikan beliau, yang dalam paparannya menekankan tentang Mewujudkan Pemimpinan Indonesia Yang Unggul Untuk Menjaga Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
DR. Ahmad Hussein memberikan ceramah isu geostrategis polhukam di Aula Iskandar Muda PKP2A IV LAN

Para peserta Diklatpim Tk.II Angkatan XLIII Kelas D mendengar paparan Narasumber dari Kodam Iskandar Muda

Penyerahan cinderamata dari PKP2A IV LAN kepada Narasumber

Suasana dalam ruang Aula saat ceramah isu strategis

Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan Pemerintahan Desa

untuk membahas isu ini penyelenggara mengundang seorang guru besar dari IPDN yaitu Bapak Prof. Sadu Wasistiono yang memang sangat pakar terhadap ilmu pemerintahan ini, secara kapasitas memang tidak diragukan lagi dan ini terbukti dengan antusiasnya para peserta saat mendengar paparannya dan saat proses tanya-jawab yang bisa kami simpulkan idealnya harus punya waktu lebih dari yang telah kami jadwalkan

dalam paparannya salah satu menjelaskan empat pilar untuk membangun masyarakat yang sejahtera yaitu :
  1. penegakan hukum yang adil
  2. pertumbuhan ekonomi yang baik
  3. demokrasi politik yang bermoral
  4. manajemen pemerintahan yang baik
juga menjelaskan secara mendetail mengenai konsep good goverment dan good governance

Prof. Sadu memberikan penjelasan kepada para peserta diklat

sesi ke dua dalam ceramah isu strategis mengenai pemerintahan yang baik

Prof. Sadu menjelaskan tentang pemerintahan desa kepada peserta diklatpim TK.II


Sistem manajemen anti suap

Memercayakan untuk membahas isu ini kepada Bapak Adnan Pandupraja sangatlah tepat, penyelenggara berhasil meminta kesediaan waktu dari segala kesibukan beliau, dan ini terbayar dengan puasnya para peserta terhadap paparan oleh manta Kepala Kompolnas dan komisioner KPK ini.
peserta mendengar ceramah/paparan dari Narasumber

Peserta bertanya kepada Pak Adnan Pandupraja

Pak Adnan Pandupraja memberikan ceramah/paparan kepada Peserta Diklatpim TK.II 

Monday, March 6, 2017

PIM II Angkatan XLIII PKP2A IV LAN Visitasi Ke Museum Aceh

Untuk mendalami lebih jauh materi Wawasan Kebangsaan pada agenda Self Mastery para peserta Diklatpim TK.II Angkatan XLIII Kelas D PKP2A IV LAN sebanyak 60 orang  mengunjungi Gedung Museum Aceh yang terletak di Jl Sultan Alaidin Mahmudsyah, Banda Aceh.

Rombongan yang dipimpin langsung oleh Kepala PKP2A IV LAN tiba di Museum Aceh pada pukul 08.30 wib yang diterima langsung oleh pengelola Museum Aceh.
Peserta diterima oleh pengelola Museum Aceh

Pengelola menjelaskan sejarah Museum Aceh dan apa saja yang terdapat dalam area Museum Aceh

Peserta antusias mengamati benda-benda yang di pajang dalam Museum Aceh

Kepala PKP2A IV LAN Ir. Faizal Adriansyah mendampingi peserta mengunjungi Museum Aceh
Setelah detail mendapatkan informasi di Museum Aceh  Peserta juga dibawa oleh penyelenggara mengunjungi Museum Tsunami Aceh, Museum yang di Desain oleh Walikot Bandung Ridwan Kamil ini sekarang menjelma menjadi situs yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan yang datang ke Aceh, di Museum ini para peserta Diklapim Tk.II mengamati dan melihat apa saja yang ada dalam Museum itu.

Peserta di terima oleh pengelola Museum Tsunami 

peserta berada dalam ruang berdoa, ruangan yang membuat semua orang yang masuk merasakan pilu

peserta beristrihat di depan gedung museum tsunami sebelum bertolak pulang k Kampus PKP2A IV LAN

Setelah selesai melakukan visitasi ini para peserta dibebankan untuk membuat sebuah makalah tentang wawasan kebangsaan yang mengaitkan antara pengamatan langsung dari dua locus visitasi tadi dengan mata diklat wawasan kebangsaan. (IK)


Tuesday, February 28, 2017

PELATIHAN REFORM LEADER ACADEMY Tema “MEMBANGUN MASYARAKAT TAHAN BENCANA”

Indonesia merupakan salah satu negara rawan bencana (disaster-prone country). Artinya, Indonesia menghadapi potensi bencana yang berkelanjutan karena berada pada wilayah yang rentan bencana. Berlokasi di Cincin Api Pasifik (wilayah dengan banyak aktivitas tektonik), Indonesia harus terus menghadapi resiko letusan gunung berapi, gempa bumi, banjir dan tsunami. Pada beberapa peristiwa selama 15 tahun terakhir, Indonesia menjadi headline di media dunia karena bencana-bencana alam yang mengerikan dan menyebabkan kematian ratusan ribu manusia dan hewan, serta menghancurkan wilayah daratannya termasuk banyak infrastruktur sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi. (http://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/risiko/bencana-alam/item243? (di akses hari Selasa tanggal 18 Januari 2017 jam 15.26 wib)


Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi. Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung api, tanah Iongsor, angin ribut, kebakaran hutan dan lahan, letusan gunung api. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan lain-lain. Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi bahaya utama (main hazard potency) yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara Indonesia (http://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/risiko/bencana-alam/item243? (di akses hari Selasa tanggal 18 Januari 2017 jam 15.26 wib)

Terdapat beberapa bencana alam yang mengancam pembangunan Indonesia seperti banjir, erupsi gunung berapi, kekeringan, gempa dan tsunami. Pada tahun 2016 saja, Indonesia telah menghadapi 2.171 kejadian bencana dengan jumlah korban jiwa 567 jiwa, korban luka 489 jiwa (bnpb.go.id). Bencana alam juga telah menyebabkan sekitar 2,7 juta masyarakat mengungsi dan sekitar 30 ribu rumah rusak.


Dalam hal regulasi terkait kebencanaan Indonesia telah memiliki UU Kebencanaan. Pemerintah Indonesia telah memprioritaskan pembangunan kebencanaan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019. Beberapa permasalahan kebencanaan yang ditekankan dalam RPJM 2015-2019 yaitu:
·    Belum lengkapnya kebijakan-kebijakan yang  melandasi penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah serta belum selarasnya kebijakan/regulasi dari berbagai sektor dalam penanggulangan bencana.
·     Belum terbangunnya budaya kesadaran  masyarakat dan memperhatikan aspek pengurangan resiko dalam menghadapi bencana.
·      Belum efektifnya koordinasi, perencanaan dan penganggaran dan pelaksanaan  penangangan darurat dan pemulihan pasca  bencana.

·     Alokasi anggaran penanggulangan bencana dalam APBD masih rendah dibandingkan ancaman bencana di daerah.

Oleh sebab itu, pembangunan masyarakat yang tahan bencana adalah suatu keharusan demi kelancaran pembangunan di Indonesia. Ketahanan bencana pada level masyarakat diartikan sebagai kemampuan suatu masyarakat untuk meminimalisir dampak bencana dan kembali pada kondisi awal. Ketahanan bencana sangat erat hubungannya dengan kesejahteraan masyarakat, khususnya pendapatan dan pengeluaran. Masyarakat dengan ketahanan bencana yang rendah akan cenderung terjebak dalam kemiskinan. Oleh sebab itu, ketahanan bencana menjadi agenda pembangunan pemerintah.

Salah satu faktor yang sangat penting dalam membangun ketahanan bencana di suatu negara atau daerah adalah kepemimpinan. Pemimpin yang sadar bencana memahami pentingnya pembangunan bencana secara utuh yaitu dengan berfokus pada kebijakan yang bersifat preventif, tidak hanya kuratif. Pemimpin yang sadar bencana juga mampu menjadikan bencana sebagai stimulus pembangunan, tidak mempertimbangakn bencana sebagai penghambat. Syarat-syarat tersebut menjadi tantangan pemimpin-pemimpin Indonesia ke depan. Oleh sebab itu, upaya peningkatan kesadaran pemimpin terhadap isu-isu kebencanaan menjadi sangat penting dan strategis.

    

Friday, February 24, 2017

Handbook Penyelenggaraan Diklat

Gagasan proyek perubahan Kepala Bidang Diklat Aparatur untuk membuat sebuah panduan yang operasional dan praktis bagi penyelenggara diklat di PKP2A IV LAN ini merupakan terobosan yang sangat bermanfaat bagi penyelenggara diklat di PKP2A IV LAN, dimana handbook ini selain sebagai panduan bagi pelaksana  sekaligus menjadi instrumen untuk pengendalian dan evaluasi bagi pimpinan unit penyelenggara diklat baik pada tahap persiapan, pelaksanaan maupun setelah diklat tersebut selesai diselenggarakan.

Tujuan :
Handbook penyelenggaraan diklat kepemimpinan merupakan buku saku berupa pedoman informasi ringkasan yang berisi tahapan-tahapan penyelenggaraan diklat dalam format yang disajikan secara ringkas, sederhana dan mudah di pahami (praktis) serta dilengkapi dengan petunjuk teknis implementasinya.

Handbook ini bermanfaat bagi penyelenggara maupun pengelola diklat di PKP2A IV LAN sekaligus dapat dimanfaatkan oleh lembaga diklat pemerintah lainnya di daerah yang menjadi stakeholders PKP2A IV LAN.